SAPA Indonesia: Pendidikan di Komunitas Pemulung Bintara Jaya
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat penyelesaian pendidikan dasar di Indonesia sangat tinggi, dengan sekitar 97,83% anak berhasil menamatkan sekolah dasar pada tahun 2023. Namun, angka anak tidak sekolah masih cukup signifikan, tercatat di angka 19,20% pada tahun 2024. Secara keseluruhan, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia didominasi oleh tamatan SD dan sekolah menengah, sementara tamatan perguruan tinggi masih dalam jumlah kecil tetapi menunjukkan tren peningkatan.
Pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Tersedianya akses pendidikan bagi seluruh warga merupakan kewajiban pemerintah. Kondisi anak putus sekolah di Indonesia cukup tinggi, jika mendasarkan pada data UNICEF ada sekitar 4,7 juta anak di bawah usia 18 tahun tidak melanjutkan Pendidikan di tingkat SD, SMP, dan SMA. Jumlah sekolah terus bertambah, nampaknya tidak berdampak langsung mengurangi angka putus sekolah. Pada tahun ajaran 2023/2024, angka putus sekolah di tingkat SD mencapai 0,19%, sementara di tingkat SMP mencapai 0,18%. Walaupun telah diupayakan meningkatkan jumlah sekolah, akses terhadap pendidikan yang berkualitas masih menjadi tantangan serius dalam memenuhi kewajiban pemenuhan hak pendidikan.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan lebih dari 70% alasan utama anak yang putus sekolah di Indonesia berasal dari kesulitan faktor ekonomi. Keluarga miskin memprioritaskan kebutuhan sehari-hari mereka daripada kebutuhan pendidikan. Selain faktor ekonomi, ada juga masalah aksesibilitas yang menyebabkan biaya transportasi menjadi mahal, serta faktor yang membahayakan nyawa anak untuk pergi ke sekolah.
Hasil survei kehidupan pemulung ditemukan bahwa pendidikan anak dalam keluarga pemulung memiliki tantangan signifikan akibat keterbatasan ekonomi keluarga, kondisi/ lingkungan yang tidak mendukung minat belajar anak dan fasilitas pendidikan formal yang sangat terbatas. Diketahui orang tua tetap berperan penting menanamkan nilai-nilai moral, agama, dan etika kerja keras melalui teladan dan komunikasi. Persepsi orang tua terhadap pendidikan juga bervariasi, ada yang melihatnya sebagai kunci perbaikan nasib dan ada pula yang menganggap lulus sekolah di tingkat dasar sudah cukup. Dukungan dan semangat dari orang tua sangat penting untuk membangun kepercayaan diri dan minat belajar anak.
Melihat tantangan pemenuhan pendidikan anak-anak pemulung, dibutuhkan program bantuan pendidikan yang dapat dilakukan pemerintah maupun komunitas. Bantuan yang dimaksud dapat berupa keringanan biaya dan memberikan akses pendidikan formal ataupun informal yang dapat dikelola oleh komunitas. Keluarga pemulung juga membutuhkan pendampingan dan konseling untuk membantu mereka mengelola tantangan hidup dan memperkuat pemahaman tentang pentingnya pendidikan bagi anak. Komunitas yang mendukung untuk menciptakan lingkungan belajar diharapkan dapat membantu anak-anak tetap termotivasi untuk melanjutkan pendidikan.
Ditengah permasalahan akses pendidikan dan keterbatasan layanan pendidikan bagi anak-anak pemulung, lahirlah Yayasan SAPA Indonesia (Sahabat Aktivis Pemberdayaan Anak) yang memberikan layanan pendidikan di komunitas pemulung di wilayah Bintara Jaya, Kota Bekasi. Supian, S.Ud memulai bergelut di komunitas ini karena mengetahui permasalahan orangtua yang tidak mampu memenuhi kehidupan layak, termasuk pendidikan anak-anak yang akhirnya mengakibatkan anak putus sekolah.
Supian mulai berkegiatan sejak tahun 2020 sampai sekarang, SAPA Indonesia berfokus pada pendampingan masyarakat pemulung dengan konsep asrama komunitas atau panti pemulung yang berupaya meningkatkan taraf hidup dalam bidang pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi.
Berdasarkan observasi dan diskusi dalam survei kehidupan pemulung yang dilakukan oleh Indonesia Recovered Fibre Initiative (IRFI), upaya kolaboratif yang diinisiasi oleh Earthworm Foundation/ Yayasan Hutan Tropis bersama para pihak, serta didukung oleh Fair Circularity Initiative dan Systemiq, komunitas pemulung di Bintara Jaya dipilih karena merupakan salah satu kelurahan yang terkenal dengan penduduk kampung sampah yang mayoritas berprofesi sebagai pemulung. Mayoritas penduduknya tidak memiliki dokumen kependudukan sehingga tidak mendapatkan bantuan pendidikan gratis dari pemerintah dan bantuan sosial lainnya yang menciptakan siklus penurunan strata sosial. Karena mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pemulung juga menciptakan keadaan dimana sampah yang dikumpulkan menjadi tak tertampung dan kembali mengotori lingkungan sekitar.
Keberadaan SAPA Indonesia berupaya meningkatkan taraf hidup dalam bidang pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi, adapun jumlah dampingan dan layanan SAPA Indonesia, yaitu: 800 KK warga binaan dengan 223 bekerja sebagai pemulung, 47 anak PAUD (tahun ajaran 2025-2026), 20 peserta paket, 200 peserta kesehatan gratis, 135 anak mengikuti sekolah minggu.
SAPA Indonesia melihat bahwa warga kampung pemulung tak bisa menikmati pendidikan dan kesehatan gratis. Tingkat pendidikan warga sini sangat rendah, banyak remaja di sini yang tidak memiliki ijazah sehingga membuat mereka tidak bisa lepas dari profesi pemulung. Anak (usia remaja) yang telanjur malu untuk balik ke sekolah, diberikan program sekolah paket/PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) dan asrama komunitas pemulung sebagai tempat yang aman untuk perlindungan anak dari korban kekerasan fisik dan non fisik.
Program-program SAPA Indonesia, meliputi Preschool/PAUD, Sekolah Minggu, Sekolah Paket, Asrama Pemulung, Kesehatan Gratis dan Bank Sampah. Preschool sudah berdiri di tahun 2020, memberikan jaminan bahwa anak-anak ini punya jenjang pendidikan di tingkat TK dan memiliki ijazah agar ketika mereka masuk SD mereka ada jaminan Nomor Pokok Siswa Sekolah (NPSS), Nomor Induk Sekolah (NIS) dan juga NISN sehingga mereka bisa terdaftar secara legalitasnya di Dinas Pendidikan. SAPA Indonesia sudah meluluskan hampir 350 anak dengan jumlah tutor 4 orang yang dibayar Rp 300.000 untuk ganti transport dengan jadwal mengajar 5 hari full. Agar kegiatan belajar mengajar berjalan lancar dibentuk manajemen yang sederhana agar kepala sekolah, bendahara, tutor bisa terpantau dan terorganisir dengan baik.
Dalam upaya peningkatan ekonomi, saat ini SAPA Indonesia mengembangkan usaha serpihan plastik/cacah plastik dengan dukungan dana pihak lain/ investor yang harapannya dapat memberikan dana untuk pengembangan program dan kegiatan bagi pemulung. Selain kegiatan pendidikan anak dan pengembangan usaha, dilakukan juga kegiatan majelis taalim bagi para ibu yang saat ini didukung dan bekerjsama dengan Yayasan Balarenik.
Beragam kegiatan SAPA Indonesia di komunitas pemulung ini sangat didukung warga masyarakat dan mampu menyapa setiap anak dari keluarga pemulung sebagai salah satu upaya memutuskan rantai kemiskinan dan memenuhi hak anak. (Kontributor: H.M)
Tidak ada komentar: