Header Ads

Breaking News
recent

Ratusan Ton Sampah di TPA Menjadi Sumber Penghidupan Pemulung

TPA terbesar di Kota Makassar

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Tamangapa Antang berlokasi di wilayah Tamangapa Kecamatan Manggala Kota Makassar. TPA ini adalah sebagai TPA terbesar di Kota Makassar yang beroperasi selama 24 jam setiap harinya dan menampung kiriman sampah dari 15 kecamatan dan 153 kelurahan. Total jumlah penduduk Kota Makassar pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 1.454.960 jiwa (Sumber: BPS Sulsel). Sebagai salah satu kota metropolitan yang ada di Sulawesi kota Makassar juga mendapat julukan pintu gerbang untuk memasuki wilayah di Indonesia Timur. Denyut jantung kota ini hampir 24 jam hidup dan selalu ada aktivitas masyarakatnya tak ubahnya kota - kota besar di Indonesia lainnya. Hal inilah yang membuat masyarakat di sekitarnya tertarik untuk datang dan mencari penghidupan di Kota Makassar yang sudah memiliki berbagai fasilitas modern.

TPA Tamangapa Antang setiap harinya memproduksi sampah sebanyak 800 - 1000 ton, menurut informasi Kepala UPT TPA Tamangapa Bapak Nasrul yang ditemui oleh tim JARAK dan LPA Sulsel saat melakukan observasi dalam rangka pemetaan pekerja anak pada tanggal 19 September 2024. Walaupun tidak ada data resmi, menurut Bapak Nasrul setiap hari hampir sekitar 500 pemulung datang memasuki TPA untuk mengumpulkan barang - barang bekas yang masih bisa dimanfaatkan dan berharga untuk dijual kepada para penampung (lapak - lapak) barang bekas di Kota Makassar. Ratusan pemulung sebagian besar adalah penduduk pendatang dari berbagai kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan antara lain Jeneponto, Takalar, Gowa, Bulukumba dll. Meskipun demikian ada sebagian dari mereka yang juga sudah tercatat sebagai penduduk Kota Makassar sehingga sudah bisa mengakses KIS atau BPJS Kesehatan. Mereka rata - rata hidup berkelompok sesuai asal daerahnya masing - masing meskipun demikian ada juga yang sudah hidup membaur dengan penduduk asli Kota Makassar karena sudah menetap lama di Kota ini. Biasanya mereka mengontrak atau menyewa bedeng - bedeng yang ada di sekitar TPA sebagai tempat tinggal sementara bersama dengan keluarganya. Ada juga sebagian dari mereka yang mendirikan barak - barak atau hunian sementara atau semi permanen di lahan - lahan kosong yang belum digunakan oleh pemiliknya.

Aktivitas para pemulung dalam mengumpulkan rongsokan di TPA terbagi menjadi 2 jadwal/ shift pagi dan malam. Lokasi pembongkaran sampah di TPA terbagi menjadi 2 zona. Pemulung yang sudah mempunyai jadwal pagi tidak boleh mengumpulkan sampah di malam hari karena sudah ada jatah untuk pemulung lainnya. Untuk aktivitas pemulung di shift pagi mulai dilakukan pukul 5 pagi sampai dengan pukul 4 sore karena pada jam tersebut truk - truk sampah mulai berhenti melakukan pembongkaran sampah. Baru kemudian aktivitas pembongkaran truk sampah dimulai lagi pada pukul 5 sore sampai dengan pukul 4 pagi dan para pemulung yang mendapat jatah sore hari mulai mengumpulkan rongsokan. Akan tetapi dari informasi yang disampaikan petugas UPT hampir kebanyakan para pemulung melakukan kegiatan memulung di malam hari karena dengan alasan pada waktu tersebut cuaca sudah tidak panas berbeda dengan saat pagi sampai sore hari yang terasa sangat panas dan terik.

Observasi Pekerja Anak

Saat JARAK dan LPA Sulsel melakukan observasi langsung ke dalam lokasi untuk melihat aktivitas pembongkaran truk - truk sampah dan aktivitas memulung saat waktu siang hari, tidak terlalu banyak pemulung yang memulung. Sebagian pemulung sedang berisitrahat di lapak-lapak sekitar lokasi karena memang cuaca sangat terik. JARAK dan LPA sempat mengajak berbicang - bincang beberapa pemulung yang sedang berisitirahat di lapak - lapak tersebut. Mereka menginformasikan bahwa sampah atau rongsokan yang mereka kumpulkan merupakan barang yang masih berguna dan bisa dijual kembali agar mereka mendapatkan uang. Jenis sampah yang mereka kumpulkan sebagian besar adalah sampah plastik bekas kemasan minyak goreng dan minuman, kardus bekas atau kertas dan ada juga yang mengumpulkan sampah - sampah elektronik. Masing-masing pemulung sudah mempunyai spesifikasi jenis sampah yang mereka kumpulkan. Mereka juga menyampaikan bahwa sudah ada “bos” yang menampung barang yang mereka kumpulkan.

Tim menanyakan apakah mereka mengajak anak - anak mereka untuk memulung di tempat ini, mereka menjawab tidak karena biasanya saat pagi sampai siang hari anak - anak berangkat sekolah. Salah seorang ibu mengatakan bahwa dia setiap hari menyiapkan sarapan untuk anak - anaknya yang akan bersekolah baru kemudian dia berangkat memulung. Meskipun demikian memang masih ada beberapa pemulung yang mengajak anaknya untuk ikut ke TPA, seperti informasi yang disampaikan Pak Nasrul meskipun sudah ada larangan yang dipasang di sekitar lokasi TPA untuk tidak mempekerjakan anak akan tetapi mereka tidak bisa melarang jika ada pemulung yang mengikutsertakan anak - anaknya ke TPA untuk membantu mencari rongsokan. Pihaknya hanya memberi himbauan dan pesan kepada mereka untuk berhati-hati saat memulung karena sangat berisiko. Selain sampah yang membahayakan, ada juga risiko terjadinya kecelakaan juga karena banyak kendaraan berat seperti truk dan ekskavator yang lalu lalang di sekitar lokasi TPA.

Bapak Nasrul juga menyampaikan bahwa selama ini sudah banyak NGO yang bekerjasama dengan Pemkot Makassar untuk memberikan edukasi dan pelatihan bagi warga pemulung antara lain ILO, PLAN dan Save The Children tentang bahayanya bagi anak-anak untuk memulung dan pentingnya pendidikan bagi masa depan anak - anak. Selain itu sudah ada larangan bagi anak-anak untuk naik mobil truk sampah. Para sopir juga dilarang membongkar muatan sebelum steril dari anak-anak. Dari proses kegiatan - kegiatan tersebut ternyata membawa dampak perubahan bagi pemahaman para pemulung itu sendiri. Mereka banyak yang sudah sadar sehingga saat ini sudah banyak anak yang kembali bersekolah. Pemandangan ini berbeda pada saat dulu belum ada kegiatan - kegiatan yang dilakukan oleh NGO, banyak anak tidak bersekolah dan memilih bekerja di TPA untuk memulung bersama orangtua mereka.

Layanan Bagi Anak

Untuk memudahkan masyarakat mengakses layanan pendidikan di sekitar TPA sudah tersedia sekolah - sekolah baik tingkat PAUD dan TK yang lokasinya berada di depan TPA, dan ada SD, SMP sampai SMA yang mudah dijangkau oleh anak - anak. Bahkan saat ini ada alokasi atau kuota khusus yang diperuntukkan bagi anak - anak di sekitar TPA yang mendaftar ke sekolah - sekolah tersebut. Hal ini dilakukan untuk memotivasi agar anak - anak tetap mau bersekolah dan tetap melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi agar mendapatkan masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan orangtuanya saat ini yang hanya bekerja sebagai pemulung. Bahkan untuk sekolah PAUD dan TK yang ada di TPA saat ini sudah dikelola oleh warga setempat dan yang menjadi Kepala Sekolahnya adalah Ibu Risna yang dulu adalah mantan pemulung anak di TPA Tamangapa ini.

Akses layanan lainnya yang juga sudah tersedia di lokasi TPA Tamangapa ini adalah layanan kesehatan untuk masyarakat sekitar dimana sudah berdiri Puskesmas Pembantu (PUSTU) yang mudah untuk di akses warga masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Selain itu juga tersedia taman bacaan anak (TBA) yang sudah dikelola masyarakat untuk membantu meningkatkan literasi dan minat baca anak - anak dengan tersedianya buku - buku bacaan yang bermanfaat. Menurut Bapak Nasrul, TPA Tamangapa ini sudah banyak perubahan yang terjadi dari warga pemulung ini terutama perilaku dan pola pikirnya, karena mereka juga dilatih untuk mengelola keuangan dan membuka usaha. Adanya pemberdayaan di bidang ekonomi mereka bisa memulai dengan cara membuka usaha kecil-kecilan sebagai sumber penghasilan tambahan selain melakukan pekerjaan memulung. (Kontributor: RTO)

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.