Bimtek Desa Wisata Ramah Anak Bebas Pekerja Anak
Siapa yang tak kenal Bali dengan keindahan alam dan potensi wisatanya? Banyak wisawatan asing maupun dalam negeri menjadikan Bali sebagai tujuan rekreasi. Sektor wisata menjadi penyumbang devisa negara dan diharapkan terus bertumbuh paska pandemi. Saatnya Bali bangkit dan menjadi tujuan bagi banyak orang yang ingin menghabiskan liburan atau sekadar refreshing, merilekskan pikiran setelah penat bekerja.
Sebuah penelitian dari ECPAT Indonesia yang didukung ANVR dan AMC serta KPPPA menampilkan fakta bahwa dibalik indahnya sektor pariwisata masih terselip permasalahan anak, yaitu pekerja anak. Temuannya bisa dijadikan bahan merefleksikan kebijakan selama ini dan menguatkan peran ke depan, apa yang harus diatasi agar persoalan pekerja anak bisa diselesaikan dan Bali sebagai tujuan wisata bisa berperan mewujudkan daerah wisata yang bebas dari pekerja anak.
Anak-anak yang ditemukan menjadi pekerja anak kebanyakan berada dalam sektor informal, ada yang berkaitan dengan layanan di ranah wisata (spa) dan selebihnya memasuki pekerjaan yang lain, seperti menjadi pekerja rumah tangga anak, penjaja tisu dan mengemis di jalan raya atau pertokoan. Temuan ini menjadi dasar untuk menguatkan peran perangkat desa dan forum anak desa agar mulai mengantisipasi situasi pekerja anak yang masih ditemukan.
Berdasarkan riset ECPAT Indonesia, wilayah Kabupaten Karangasem ditengarai menjadi wilayah asal pekerja anak yang mencari peluang kerja di Kabupaten Gianyar. Kedua wilayah tersebut diketahui telah memiliki kebijakan untuk menangani pekerja anak dan bahkan Kabupaten Gianyar pernah memperoleh penghargaan dengan kategori Kabupaten Bebas Pekerja Anak. Persoalan pekerja anak yang masih perlu mendapat perhatian ini mendorong KPPPA mempersiapkan stakeholder untuk berperan dalam pencegahan, pemantauan dan remediasi pekerja anak berbasis komunitas. Dua agenda bimbingan teknis (bimtek) dilakukan hampir bersamaan di wilayah Desa Bunutan Kabupaten Karangasem (19-20 Juni 2024) dan di Kabupaten Gianyar (20-21 Juni 2024).
Seknas JARAK memfasilitasi kegiatan di wilayah Karangasem dan Gianyar membekali peserta dalam hal mengidentifikasi pekerja anak dan memperkenalkan pola penanganan pekerja anak yang bisa diinisiasi oleh desa/ komunitas setempat. Dengan kekhususan sebagai desa wisata, peserta juga diperkuat untuk bisa menjalin hubungan dengan pelaku bisnis di wilayah tersebut agar bisa memulai gerakan pencegahan pekerja anak di tempat wisata.
Peserta di Kabupaten Karangasem terdiri dari perangkat desa dinas dan desa adat, kecamatan, kelompok anak (forum anak Desa Bunutan dan Tianyar Tengah) mampu memahami kategori pekerja anak dengan membahas studi kasus. Mereka cukup cermat memperhatikan hal-hal yang harus diidentifikasi agar bisa mengkategorikan mana yang bukan pekerja anak, atau mana yang pekerja anak. Peserta yang aktif bertanya dan membahas kasus-kasus setempat menambah situasi pelatihan menjadi hidup dan terjadi pertukaran informasi. Identifikasi pekerja anak juga menambahkan hasil penelitian ECPAT bahwa masih ada bentuk pekerja anak lainnya menurut pemahaman mereka. Anak-anak yang ikut dalam penggalian pasir, batu atau menjadi buruh bangunan, juga termasuk diidentifikasi menjadi pekerja anak. Kehadiran forum anak desa yang diinisiasi oleh Yasera, sebuah LSM yang melakukan pendampingan di desa tersebut juga menambahkan situasi pekerja anak yang mereka ketahui.
Kabupaten Karangasem termasuk wilayah rentan anak-anak mengalami drop out, selain karena jauhnya layanan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak juga beberapa hal disebabkan dari faktor diri anak dan keluarganya. Hal ini mengakibatkan rata-rata lama belajarnya hanya mencapai 6,33 tahun, sangat jauh dengan kabupaten lain yang telah mencapai paling tinggi 11 tahun. Padahal, dalam kebijakan Perda Perlindungan Anak, wilayah ini telah menargetkan lama belajar 12 tahun.
Bimbingan teknis yang menjadi pintu masuk memperkenalkan desa bisa melakukan pencegahan pekerja anak atau isu perlindungan anak lainnya harus dibarengi dengan sebuah kebijakan yang bisa diterapkan di desa. Kebijakan tingkat kabupaten, atau tingkatan yang lebih tinggi tetap harus diterjemahkan dalam kesepakatan dan kemampuan desa merespons situasi tersebut.
Bimbingan teknis ini memang awalan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat akan isu pekerja anak, tetapi bisa juga menjadi arah agar nantinya desa yang termasuk desa wisata mampu merumuskan pola untuk mencegah, memantau dan memulihkan hak pekerja anak yang ditemukan agar wisata setempat lebih ramah anak.
Tidak ada komentar: