Header Ads

Breaking News
recent

Potret Pekerja Anak di Rumah Tangga Petani Kakao

Isu mengenai anak memang tidak akan ada habisnya jika dibahas, hal tersebut dikarenakan banyak sektor terkait seperti kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, kesetaraan, dan sebagainya. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerja sama dengan PKPA dan Save The Children menyelenggarakan “Diseminasi Nasional Tinjauan Holistik Status Kesejahteraan Anak di Rumah Tangga Petani Kakao” pada 4 April 2023. Salah satu hasil penting dari tinjauan ini adalah temuan pekerja anak di kebun kakao keluarga.

JARAK yang diwakili oleh Maria Clara Bastiani, Direktur Eksekutif JARAK menjadi penanggap dari hasil riset yang dipaparkan Keumala Dewi (Direktur Eksekutif PKPA) dan Yodi Christiani (peneliti Save The Children). JARAK yang berfokus pada upaya penanganan pekerja anak memberikan catatan pada temuan-temuan menarik dari gambaran yang didapatkan dari beberapa provinsi yang menjadi lokasi riset seperti Sumatera yang terdiri dari Lampung dan Sumbar serta Sulawesi yang terdiri dari Poso, Luwu utara, Bone, Soppeng, dan Kolaka dengan total sampel sebanyak 1180. Tidak adanya data yang bisa disampaikan pemangku kepentingan selalu menjadi jawaban dari situasi pekerja anak di daerah. Hal ini menjadi catatan bahwa tidak tersedianya data, bukan berarti benar-benar menunjukkan tidak adanya pekerja anak.

Berbagai faktor penyebab anak terlibat di kebun kakao dapat ditilik melalui berbagai perspektif yakni pandangan orangtua, guru, bahkan anak itu sendiri. Orang tua mengatakan lebih baik anak dipekerjakan di kebun daripada mengikuti pendidikan di sekolah karena ditakutkan melakukan hal-hal yang tidak pantas. Guru mengetahui kondisi murid menjadi pekerja di kebun dan menganggap hal tersebut lumrah dikarenakan tinggal di lingkungan yang sama. Kita juga dapat melihat perspektif anak yang menjadi responden (usia 11-17 tahun), sebagian dari mereka lebih senang bekerja karena mendapatkan upah daripada sekolah yang mendapatkan tekanan seperti perundungan dan kekerasan dalam beberapa bentuk. Dari hasil riset didapatkan data 78% anak bekerja di usia 10-14 tahun, 16% di usia lebih muda dari 10 tahun dengan durasi pekerjaan 1-6 jam/hari dengan rata-rata 2,5 jam/hari.

Indikasi pekerja anak yang dipaparkan periset menemukan tiga pekerjaan yang dominan dilakukan anak, yaitu:mengambil biji kakao, mengolah lahan, dan memanen kakao. Hal ini ditanggapi oleh JARAK yang menganalisa tugas atau pekerjaan yang dilakukan anak melibatkan penggunaan alat tajam, alat berat dan membawa beban yang seharusnya tidak dilakukan oleh anak. Jika pekerjaan ini dilakukan anak, pekerjaan ini bisa termasuk dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Hal tersebut menjadi warning bagi kita semua. Namun urgensi ini tidak hanya pada sektor perkebunan kakao tetapi juga pada sektor perkebunan tembakau dan juga sawit, terkait hak anak dan situasi pekerja anak yang nyatanya masih belum terselesaikan hingga saat ini. Mereka mungkin melakukan hal tersebut secara tidak sadar atau mungkin belum mengetahui hak-haknya sebagai anak. Oleh karena itu, JARAK hadir sebagai mitra kolaborasi agar anak-anak di desa maupun di kota dapat menyuarakan hak anak untuk tujuan Indonesia Bebas Pekerja Anak.

Penulis : Diva Delinda Cahyani, mahasiswa Universitas Nasional, sosiologi semester 6

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.