21st Century Skills: Semangat Muda untuk Mewujudkan Pekerjaan Layak di Masa Depan
Jakarta - Apa yang sekarang kita rasakan dengan segala kecanggihan teknologi di abad 21 ini menimbulkan tantangan baru untuk bisa mengikuti zaman yang bergerak semakin cepat. Pada akhirnya semua sektor harus mampu mengaktualisasikan dirinya mengikuti tuntutan zaman. Salah satunya adalah dari sektor pendidikan dan ketenagakerjaan.
Dalam menghadapi tantangan tersebut perlu langkah memfasilitasi transisi pasar tenaga kerja yang efektif bagi remaja dan kaum muda untuk mempersiapkan mereka memasuki pekerjaan di masa depan. Paling tidak, kita membutuhkan strategi nasional dan subnasional untuk ketenagakerjaan kaum muda dan layanan dukungan pasar tenaga kerja yang terintegrasi dan akses ke pekerjaan produktif di Indonesia dan ASEAN.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dan untuk memfasilitasi diskusi yang lebih luas antara remaja dan anak muda sebagai tenaga kerja masa depan dengan sektor bisnis dan swasta sebagai pemberi kerja, UNICEF mendorong Kelompok Kerja Bisnis dan Hak Anak (Business and Children's Rights Working Group/BCRWG) untuk memfasilitasi serangkaian dialog di tingkat nasional dan subnasional sebagai persiapan dialog regional pada bulan Oktober.
Dialog nasional dilaksanakan di Auditorium BINUS University @ fX Campus, dihadiri oleh narasumber dari UNICEF, ILO, PKPA, BINUS Career, dan perwakilan dari sektor industri/ bisnis. Dialog dimulai dengan pemaparan oleh UNICEF, Febryanthie (Feby) A, ia menyampaikan pentingnya untuk memperkenalkan 21st Century Skill di daerah rural dan menjelaskan apa yang menjadi tantangan dalam menggaungkan isu 21st Century Skills di daerah rural. Sebagai penutup dalam presentasinya, Feby merekomendasi beberapa hal, salah satunya adalah pentingnya kolaborasi dari berbagai pihak, serta pelibatan remaja dan pemuda secara bermakna dalam pengembangan program, kurikulum, dan mendesain pendekatan-pendekatan yang relevan.
Presentasi selanjutnya disampaikan oleh Tauvik Muhammad dari ILO Jakarta sebagai (Resilient, Inclusive and Sustainable Supply Chains) RISSC Project Coordinator, dalam pemaparannya lebih Fokus di Decent work dan menyoroti peran untuk kaum-kaum vulnerable. Beliau juga menyampaikan tantangan untuk mencapai Decent Work, salah satunya adalah recovery dari COVID menjadi tantangan adanya pengangguran yang meningkat dan tingkat ketidakaktifan pemuda menjadi meningkat dan persoalan unemployment. Tantangan selanjutnya disampaikan oleh Andy Ardian dalam hal potensi munculnya kasus di era digital yang menimbulkan kerentanan bagi anak-anak, serta perlunya perlindungan anak di ranah daring.
BINUS sebagai perwakilan dari akademisi menyampaikan dukungannya untuk mencapai tujuan SDG poin 8 untuk decent work. BINUS menyediakan program untuk menunjang meningkatkan skill bagi para mahasiswa, salah satunya adalah program bimbingan karir, mulai dari bootcamp hingga mentoring.
Dari sektor perusahaan, dialog nasional ini menghadirkan Melanie dari PEACE HR Society. Menyampaikan bahwa sebagai pemberi kerja, apa yang dapat lakukan untuk membantu membangun ketahanan/resiliensi pada karyawan muda, yang saat ini menjadi concern adalah resiliensi dari para anak muda/fresh graduate untuk bisa beradaptasi dalam dunia kerja.
Setelah serangkaian pemaparan materi oleh para narasumber, dialog ini dilanjutkan dengan Forum Group Discussion (FGD) dari peserta. FGD dilakukan selama 15 menit dibagi menjadi 4 group, 3 grup dari anak muda dan 1 grup dari sektor pengusaha. Di dalam FGD tersebut mendiskusikan diantaranya:
Definisi pekerjaan yang layak berarti bagi pemberi kerja dan remaja & generasi muda.
Kebutuhan pemberi kerja akan keterampilan saat ini dan masa depan.
Minat dan tantangan remaja dan generasi muda terhadap keahlian, keterampilan menuju peluang kerja yang layak.
Identifikasi tantangan dan peluang bagi remaja dan kelompok rentan muda.
Penguatan dialog 21st Century Skills untuk mewujudkan Decent Work ini, menyoroti para pemberi kerja dan kaum muda melihat adanya kesenjangan dalam keterampilan yang dapat ditransfer dan keterampilan digital. Hal ini bukan hanya tanggung jawab sektor bisnis atau individu saja, melainkan merupakan masalah struktural bagi dunia bisnis, pemerintah, investor, dan platform bisnis secara keseluruhan.
Kontributor: Mia Melinda
Tidak ada komentar: