Melacak Pekerja Anak di Tambang Rakyat Bangka Tengah
Agenda monitoring penurunan pekerja anak kali ini menuju Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang dikenal dengan sumber daya alamnya, penghasil timah. Berdasarkan pengaduan, penelusuran informasi dan kasus pekerja anak selama ini, KPAI perlu melihat dan mendapatkan informasi dari unsur pentahelix. Bersama Sekolah Kajian Stratejik & Global, Universitas Indonesia dan JARAK, tim menelusuri informasi pekerja anak di Kabupaten Bangka Tengah.
Tim monitoring diterima oleh Bapak Sugianto, Sekretaris Daerah Bangka Tengah dan berdiskusi mengenai fenomena pekerja anak di tambang inkonvensional (TI). Beliau menyampaikan sambutan kepada peserta FGD yang terdiri dari dinas terkait, Bappeda, Bidang Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan, Kanit PPA, Dinas Sosial, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Forum Anak Kabupaten, dan PATBM. Dalam sambutannya, Sugianto menyampaikan bahwa Kabupaten Bangka Tengah menjadi kabupaten yang telah memperoleh predikat KLA Nindya. Pencapaian ini bagus dan dapat menggambarkan situasi pemenuhan hak anak selama ini. Akan tetapi berdasarkan temuan Ombudsman, Kabupaten Bangka Tengah menempati urutan kedua paling bawah tingkat kabupaten rata-rata lama sekolah masih terdapat angka anak putus sekolah yang cukup besar. Terkait fenomena pekerja anak yang diberitakan media online, beliau menyampaikan bahwa dahulu memang banyak anak-anak yang bekerja sebagai pengumpul timah di tambang inkonvensional, namun saat ini nampaknya sudah sangat berkurang, bila terlihat pun kemungkinan mereka adalah bukan masyarakat asli Bangka Tengah karena disini juga cepat terjadi pergeseran penduduk. Oleh karena itu beliau sangat senang dengan kunjungan tim kolaborasi ini agar pemetaan terkait pekerja anak sebagai pengumpul timah ini menjadi lebih objektif.
Pertemuan yang berlangsung pada 12 Oktober 2023 sangat dinamis dan mendapat respons dari seluruh peserta yang hadir. Peserta dibagi dalam dua kelompok untuk memudahkan fasilitator menggali dan mengelola diskusi. Menurut Dinas Pendidikan, sebenarnya angka putus sekolah di tingkat SD dan SMP sudah kecil, memang berbeda dengan tingkat SMA yang cukup tinggi sesuai dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang dirilis oleh BPS, di mana Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menempati posisi 3 (tiga) terendah untuk Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 15-18 Tahun dengan nilai APS 68,15. Hal ini menunjukkan kecenderungan anak-anak tidak melanjutkan pendidikan dengan berbagai faktor.
Menurut para peserta, saat ini kondisi pekerja anak di tambang TI sudah jarang ditemukan, berbeda dengan situasi beberapa tahun lalu. Selain tambang, pekerja anak juga ditemukan di sektor sawit, akan tetapi jumlahnya tidak bisa dipastikan karena belum pernah dilakukan identifikasi.
Forum Anak Daerah sudah memerankan 2 P, Pelopor dan Pelapor dalam menjalankan tugasnya, mengawal agenda-agenda Pembangunan daerah khususnya dalam melindungi hak-hak anak. Regenerasi yang dilakukan sangat baik dan telah berhasil melampaui lintas generasi dalam membangun kesadaran hak-hak dasar anak seperti pendidikan dan kesehatan. Namun, memang kondisi lapangan masih belum cukup ideal dimana masih ditemui pelecehan, maupun kekerasan seksual terhadap anak. Lalu, pekerja anak yang disinyalir berasal dari luar daerah terpantau (visibilitas) sebagai pengemis di perempatan jalan dan juga di daerah-daerah pelosok yang sulit terjangkau, dimana tambang timah inkonvensional (illegal) dan perkebunan sawit beroperasi. Anak-anak yang putus sekolah dalam pantauan FAD dan PATBM masih dalam hitungan jari, bahkan klaim dari salah satu fasilitator kurang dari 5 anak, itupun karena faktor parenting, bukan karena ekonomi.
Inovasi dari pemerintah setempat berkaitan dengan pengaduan dan penyebaran informasi kepada masyarakat telah diluncurkan dalam bentuk aplikasi KISANAK. Aplikasi ini memudahkan warga untuk menyampaikan kasus perlindungan anak yang terjadi di sekitarnya.
Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah juga telah merespons untuk menekan angka pernikahan anak dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Bangka Tengah Nomor 63 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak. Hal ini upaya pemerintah agar anak-anak dapat terpenuhi haknya.
Permasalahan pekerja anak di TI ini tidak mudah ditangani karena anak-anakpun dapat melakukan pencarian timah setelah pulang sekolah. Lokasi tambang yang dekat dengan tempat tinggal anak menjadi kemudahan bagi mereka. Kebiasaan anak-anak terlibat di tambang ini didukung masyarakat yang belum paham tentang pentingnya keselamatan anak di wilayah tambang.
Tim monitoring mendapat kesempatan untuk audiensi dengan jajaran PT Timah untuk mendiskusikan upaya perusahaan dalam kontribusinya melarang pekerja anak di tambang. Secara prinsip, PT Timah telah berkomitmen untuk memenuhi prinsip bisnis dan HAM yang melindungi anak-anak dalam wilayah operasional mereka. Disampaikan GM PT Timah bahwa kebijakan tidak boleh ada anak-anak sudah jelas dan diterapkan di semua unit pengolahan. Perusahaan juga telah melakukan audit smelter sebagai bentuk uji tuntas penerapan kebijakan yang mendukung HAM. PT Timah juga berharap ada dukungan terhadap pemantauan tambang tambang illegal yang secara tidak langsung juga merugikan PT Timah yang mungkin berimbas terhadap deviden yang bisa masuk ke dalam pendapatan negara. Tambang illegal ini juga sangat dimungkinkan tidak memiliki aturan yang jelas khususnya untuk mencegah pekerja anak di daerah tersebut.
Diskusi bersama akademisi dari Universitas Muhammadiyah sangat membantu tim monitoring mendapatkan gambaran pekerja anak terbaru di wilayah Bangka Tengah. Bahwa ada perbedaan bentuk pekerja anak di wilayah perkotaan dan pedesaan, memerlukan perhatian yang khusus pula karena kebutuhan anak yang berbeda. Anak-anak di wilayah perkotaan menjadi pekerja anak dengan menjelma sebagai penjual barang di jalan atau lampu merah, mengelap kaca mobil di perempatan, manusia badut, pengemis, dan yang lebih miris juga ditemukan kasus eksploitasi seksual online. Sementara pekerja anak di pedesaan masih menunjukkan keterlibatan anak di tambang rakyat dan pertanian sawit.
Para dosen Universitas Muhammadiyah melalui program pengabdian masyarakat sudah sering mengagendakan kegiatan bersama mahasiswa yang memfokuskan pada pemberdayaan masyarakat di desa. Ada pula riset terbaru tentang faktor penyebab anak putus sekolah yang dipublikasikan. Hasilnya cukup mengejutkan karena bukan faktor ekonomi yang mendorong anak-anak tidak ingin melanjutkan sekolah melainkan adanya motivasi dari dalam diri anak yang cenderung dominan mengalihkan minat sekolah dengan melakukan kegiatan lainnya, termasuk bekerja. Riset yang terbilang baru ini dapat menjadi bahan kajian bagi pemerintah termasuk pihak terkait untuk merumuskan langkah pencegahan agar anak-anak tetap termotivasi untuk mengenyam pendidikan.
Diskusi mengenai pekerja anak ini memang selalu menarik diangkat karena ada banyak peluang untuk melakukan langkah-langkah perbaikan. Dari sisi media, isu pekerja anak memang cenderung turun dan tidak sering menjadi bahan pemberitaan karena ada isu anak lain yang makin marak, kasus kekerasan seksual. Isu perlindungan anak memang sangat bervariasi dan nampaknya di Kabupaten Bangka Tengah munculnya kasus kekerasan seksual anak menjadi sorotan pada akhir-akhir ini.
Tidak ada komentar: