Header Ads

Breaking News
recent

Bagaimana Merespons Pekerja Anak di Provinsi Jawa Tengah

Mendialogkan situasi pekerja anak memang tidak mudah, kehadirannya di sekitar kita sering memunculkan pertanyaan, tanggung jawab pihak mana untuk mengatasi permasalahan ini? Makin tidak terjangkau dengan program aksi karena tidak ada data yang dirujuk.

Rakor Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak dengan Tema Penanggulangan Pekerja Anak Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024 dibuka oleh Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Dra. Ema Rachmawati, M.Hum. Mengawali sambutannya, beliau mengatakan bahwa merespons pekerja anak itu perlu kecepatan melihat perkembangan yang terjadi. Merumuskan rencana aksi tidak lagi strategis karena kurangnya kemampuan menangani persoalan. Jalan yang bisa ditempuh adalah pencegahan agar permasalahan pekerja anak tidak terjadi. Beliau menyebutkan bentuk pekerja anak yang ditemui banyak yang mengerjakan dengan system putting out system, mengerjakan di rumah untuk nantinya disetor ke pabrik. Pekerjaan yang masuk dalam sektor informal ini cenderung tidak terlacak karena keberadaannya di dalam rumah, bukan lingkungan industri.

Kepala DP3AP2KB Prov. Jateng, Dra. Retno Sudewi, APT, M.Si., MM. menyampaikan bahwa penanganan pekerja anak bisa juga disinkronkan dengan program Kampung KB.

Bahwa sudah ada Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak yang memiliki indikator untuk penanganan pekerja anak bisa juga dilekatkan dengan program kampung KB. JARAK hadir membagikan sebuah dorongan untuk melakukan penanganan pekerja anak yang sudah dikuatkan dengan banyaknya kebijakan di tingkat nasional. Langkah melakukan program aksi untuk pekerja anak di beberapa sektor juga disampaikan sebagai bentuk pembelajaran merespons temuan pekerja anak. Dengan langkah awal melakukan pendataan di Wonosobo, Beti MC, Direktur Eksekutif JARAK menyampaikan langkah JARAK ke depan untuk mendukung hasil identifikasi di Desa Pulosaren. Menurutnya, penanganan pekerja anak tidak bisa berhenti hanya di pendataan dan kemudian tidak melakukan intevensi apa-apa. Hal ini disampaikan kepada peserta dari wilayah yang ditenggarai mempunyai kerentanan anak tidak sekolah tinggi, yaitu Kabupaten Kebumen, Wonosobo, Magelang, Banjarnegara, dan Banyumas.

Sesi selanjutnya difasilitasi oleh Gunarto Taslim, konsultan ahli dari Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan Semarang/ LPPSPS yang menyampaikan kebijakan penanganan pekerja anak sesuai dengan arah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada poin 8.7. Kebijakan nasional ini seharusnya didukung oleh rencana kerja di daerah, disesuaikan dengan kode rekening sesuai Kemendagri. Permasalahan yang sering terjadi adalah tidak diusulkannya kegiatan untuk pekerja anak dan memasukkan di kode rekening yang sesuai.

Dalam rangka mendiskusikan rencana tindak lanjut, Gunarto meminta seluruh perwakilan peserta menjawab pertanyaan yang diminta dan mensharingkan secara langsung.

Kabupaten Banjarnegara telah melakukan penarikan pekerja anak selama dua tahun terakhir dibantu oleh pendamping PKH dan berhasil mengembalikan anak-anak ke Pendidikan. Dukungan dari Baznas dan CSR sangat membantu proses pengembalian pekerja anak ke pendidikan. Dinas juga memberikan pelatihan kerja kepada orang tua sebagai bentuk penguatan ekonomi keluarga. Kabupaten Wonosobo yang waktu lalu dibantu JARAK melakukan pendataan pekerja anak di Desa Pulosaren perlu melakukan validasi data agar didapatkan informasi yang tepat. Langkah menyelesaikan persoalan anak tidak sekolah sudah dimulai dari data yang ada dan telah berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan, Sosial dan Naker.

Kabupaten Kebumen yang juga mempunya data ATS tinggi telah mencoba pendekatan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak di beberapa desanya. Disebutkan ada wilayah desa yang merupakan industri pabrik genteng.

Kabupaten Magelang juga telah berupaya mengatasi permasalahan anak seperti anak tidak sekolah dan dispensasi nikah. Sudah ada 260 desa yang dilaunching menjadi Kampung KB dan bisa mendukung data pekerja anak. Daearahnya mempunyai target 1000 anak kembali ke sekolah.

Kabupaten Sragen menyampaikan bahwa pendataan anak tidak sekolah dibantu oleh KKN Undip, tetapi hanya bisa bisa dilakukan Sebagian. Sudah ada PKBM di setiap kecamatan dan akan membantu mendata anak. Penanganan ATS ini sudah ada buku panduannya dan akan diarahkan untuk penggunaan dana desa untuk mengatasi persoalan anak. Disampaikan juga bahwa Sragen juga menjadi wilayah pengirim TKI sehingga permasalahan anak bisa sangat beragam, termasuk soal pengasuhan anak.

Kontributor: mcb

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.