Memahami Permasalahan Pekerja Anak dari Desa
Desa Cibiru Wetan adalah salah satu desa yang terletak di kawasan Gunung Manglayang Kabupaten Bandung yang merupakan hasil pemekaran dari Desa Cibiru Kecamatan Ujung Berung pada tahun 1984. Wilayah desa ini yang terletak di kaki gunung sehingga kondisi geografisnya berbukit - bukit. Desa ini adalah salah satu wilayah yang menjadi sasaran ujicoba panduan pemantauan, pencegahan dan remediasi pekerja anak berbasis masyarakat yang dilaksanakan oleh LAHA dan JARAK melalui dukungan KPPPA.
Dari kegiatan identifikasi tersebut para kader berhasil mengumpulkan data yang menggambarkan situasi dan kondisi anak – anak, seperti: pekerja anak, anak dengan disabilitas, anak tidak sekolah (ATS) dan anak yang membutuhkan perlakuan khusus (AMPK).
Kegiatan diseminasi dilakukan untuk menyampaikan hasil - hasil yang diperoleh berdasarkan data - data yang sudah dikumpulkan dan kemudian dianalisis oleh tim LAHA sebagai lembaga pelaksana di Kabupaten Bandung. Hasil identifikasi disampaikan kepada pemerintah Kabupaten Bandung yang bertempat di kantor Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung pada tanggal 24 Januari 2024.
Diseminasi dihadiri dan dibuka langsung oleh Kepala Dinas setempat Bapak H. M Khairun SH MA. Dalam sambutannya Bapak Hairun menyampaikan ucapan terimakasih atas dilaksanakannya kegiatan ujicoba panduan ini di Desa CIbiru Wetan. Menurut beliau permasalahan terkait anak yang ada di Kabupaten Bandung bukan hanya masalah pekerja anak akan tetapi ada persoalan - persoalan lainnya yang perlu mendapat perhatian semua pihak. Atas dasar tersebut diharapkan ke depannya ada kegiatan - kegiatan lain yang dilaksanakan di Kabupaten Bandung yang terkait dengan permasalahan - permasalahan anak seperti yang disebutkan di atas. Selain itu juga beliau menyampaikan bahwa dampak dari permasalahan pekerja anak tersebut jika tidak ditangani akan menyebabkan munculnya permasalahan - permasalahan lain di antaranya terkait tindak pidana perdagangan orang, (TPPO), kekerasan seksual anak dan permasalahan lainnya.
Dalam kegiatan ini juga dihadiri perwakilan dari organisasi perangkat daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten Bandung diantaranya Bappeda, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Sosial, Forum Anak Daerah (FAD), Permerintah Desa dan Ketua Tim penggerak PKK Cibiru Wetan serta kader - kader desa yang terlibat langsung dalam kegiatan identifikasi pekerja anak ini.
Penyampaian hasil identifikasi pekerja anak oleh Bapak Ade dari LAHA Bandung. Total data yang terkumpul sebesar 50 orang anak terdiri dari 17 orang anak perempuan dan 33 orang anak laki – laki dengan kisaran usia yang terkecil berusia 8 tahun ada 2 orang dan usia 17 tahun ada 11 anak. Kondisi pendidikan juga beragam dan sebagian masuk dalam kategori anak yang tidak sekolah (ATS). Anak-anak yang tamat SD dan SMP 14 orang, ada juga anak - anak yang Drop Out (DO) SD, SMP dan SMA berjumlah 24 orang, sedangkan anak - anak yang masih sekolah ada 12 anak dengan jenis pendidikan yang beragam mulai dari sekolah formal SD, SMP, SMA dan SLB serta pendidikan kesetaraan (Paket B dan Paket C). Dari kondisi anak - anak tersebut juga terdata anak - anak yang masih mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikannya baik di pendidikan formal maupun nonformal berjumlah 21 anak dan inilah data yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari dinas terkait dan pihak Pemerintah Desa Cibiru Wetan agar keinginan mereka untuk melanjutkan pendidikannya benar - benar bisa terealisasi. Sedangkan sebanyak 17 anak sudah tidak mau melanjutkan pendidikannya karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk kembali ke sekolah.
Dari data 23 anak - anak yang melakukan pekerjaan diketahui jenis pekerjaan yang mereka lakukan mulai dari pekerjaan yang ringan sampai pekerjaan yang berat bahkan masuk kategori pekerjaan terburuk (membahayakan). Beberapa jenis pekerjaan tersebut adalah menjadi cady di tempat pemancingan ikan, menjadi penjahit, menjadi kuli bangunan, menyabit rumput dan ada juga yang menjadi pekerja rumah tangga (PRTA). Situasi dan kondisi jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak - anak inilah yang perlu mendapat perhatian khususnya anak - anak yang melakukan pekerjaan berbahaya karena kalau dibiarkan terus menerus akan berdampak pada kondisi fisik, mental dan masa depan anak - anak ini kelak. Selain itu anak - anak lainnya yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah temuan anak - anak yang berada dalam situasi yang membutuhkan perlindungan khusus (AMPK) antara lain anak yang mendapatkan perlakuan salah dan anak yang mempunyai perilaku menyimpang, anak - anak yang mendapatkan kekerasan psikis dan anak dengan disabilitas (ADD).
Jika dilihat dari data, durasi kerja anak rata - rata di atas 3 jam (ada yang sampai 10 jam, tetapi ada juga yang bekerja selama 2 jam). Dilihat dari data penghasilan yang diterima oleh anak - anak yang bekerja ini, ada pola pembayaran harian, mingguan dan bulanan. Jumlah upah yang diterima juga bervariasi dalam hal waktu pembayaran dan jumlah yang diterima seperti: upah harian rata - rata jumlahnya Rp. 60.000,- sampai Rp. 80.000,-, upah mingguan jumlahnya Rp. 250.000, sampai Rp.600.000,- dan yang menerima upah bulanan jumlahnya Rp.1.600.000,- sampai Rp.2.400.000,-.
Dalam melakukan pekerjaan anak - anak ini menggunakan peralatan beragam. Ada peralatan yang ringan (alat - alat kebersihan seperti sapu dan lap pel) sampai yang membahayakan bagi anak misalnya cangkul, sabit, pisau dan gunting. Jenis peralatan yang digunakan tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak - anak tersebut.
Jika dilihat dari latarbelakang orangtua, terdapat keluarga yang mempunyai penghasilan paling rendah Rp.240.000,- per bulan dan ada yang penghasilannya paling tinggi Rp.3.000.000,- per bulan. Beberapa keluarga belum menerima bantuan dari pemerintah baik Pusat maupun daerah/desa misalnya bantuan PKH (Program Keluarga Harapan) maupun BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai).
Di akhir paparan LAHA disampaikan usulan rekomendasi yang ditujukan kepada pihak - pihak terkait antara lain: Pemerintah Daerah yaitu Bappeda, DP2KBP3A, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Pemerintah Desa Cibiru Wetan sendiri sebagai wilayah sasaran.
Setelah penyampaian paparan dari LAHA, dilanjutkan dengan diskusi dan tanggapan dari pihak - pihak terkait yang hadir dalam kegiatan diseminasi ini. Tanggapan yang diberikan oleh pihak - pihak ini juga beragam antara lain dari Kepala Desa Cibiru Wetan menyampaikan bahwa terkait data temuan pekerja anak yang sudah dikumpulkan untuk saat ini tidak bisa tercover di anggaran desa tahun 2024 ini karena anggarannya sudah ditetapkan di akhir Desember 2023. Walau demikian, masih ada peluang untuk disisipkan dalam kegiatan - kegiatan yang sudah direncanakan, yang bila tidak terlaksana maka bisa diprioritaskan untuk bantuan kepada anak - anak dan hal ini akan didiskusikan dengan BPD. Oleh karena itu Bapak Kepala Desa minta supaya data yang sudah dikumpulkan ini dapat disampaikan segera kepada Pemerintah Desa agar dapat ditindaklanjuti segera.
Tanggapan oleh kader, Ibu Yuli selama ini terkait pekerja anak ini selalu dianggap negatif oleh masyarakat padahal sebenarnya ada juga sisi positifnya misalnya karena untuk membantu orangtuanya atau untuk membiasakan anak bekerja dan mendapatkan keterampilan yang berguna untuk dirinya kelak. Tanggapan lainnya juga disampaikan oleh Dinas Sosial salah satunya usulan agar permasalahan - permasalahan anak termasuk salah satunya terkait pekerja anak agar dapat diselesaikan bersama dan ada kolaborasi antar OPD agar berjalan bersama - sama.
Dari perwakilan Bappeda juga menyampaikan bahwa tugas dan fungsinya salah satunya adalah mengkoordinasikan antar OPD - OPD terkait dan nantinya masing - masing OPD yang akan melaksanakannya sedangkan terkait anggarannya harus ada legal formal dan payung hukumnya sehingga bisa dijembatani oleh pihak Bappeda sendiri.
Tanggapan dari Dinas Tenaga Kerja menyampaikan bahwa tugas dan fungsi pengawasan ketenagakerjaan hanya untuk pekerja formal saja sedangkan untuk pekerja yang informal tidak ada sesuai dengan aturan dan payung hukumnya. Selama ini yang sudah dilakukan adalah sosialisasi ke perusahaan - perusahaan untuk tidak memperkerjakan anak, selain itu juga disnaker sudah melakukan pelatihan - pelatihan untuk keterampilan hanya saja untuk kriteria pesertanya harus yang sudah berusia diatas 25 tahun. Terkait dengan rekomendasi yang harus dijalankan pihak disnaker siap untuk menindaklanjutinya.
Tanggapan terakhir juga disampaikan oleh DP2KBP3A oleh Ibu Agustin yang memberikan tanggapannya antara lain menyambut baik dan respon positif atas kegiatan identifikasi pekerja anak yang dilakukan oleh JARAK bersama dengan KPP PA dan LAHA ini semoga kegiatan ini bisa berkelanjutan. Diharapkan juga data yang sudah dikumpulkan ini sudah sesuai dengan kriteria pekerja anak yang memang sudah diatur. Diharapkan kepada Pemerintah Desa juga dapat menindaklanjuti data - data hasil temuan dari kegiatan identifikasi ini dan dapat di cover melalui kegiatan - kegiatan yang sudah dianggarkan untuk Tahun 2024 ini. Dinas juga juga sudah melakukan sosialisasi ke sekolah - sekolah terkait pencegahan perkawinan anak dan pemenuhan hak - hak anak di Wilayah Kabupaten Bandung. Karena memang keterbatasan anggaran yang ada selama ini sosialisasi yang dilakukan baru di tingkat Kecamatan mengingat jumlah desa yang sangat banyak dan anggarannya sangat terbatas.
Di akhir sesi, LAHA akan menyampaikan laporan dan data ke pemerintah desa serta berharap tindaklanjut dapat dilaksanakan oleh OPD (Dinsos, Disnaker dll) dan pemerintah desa.
Sedangkan tim dari JARAK yang diwakili oleh Taufik mengucapkan terimakasih atas tanggapan semua peserta yang hadir dalam kegiatan diseminasi. Hasil seluruh proses ini disampaikan ke KPPPA. Mengenai pemahaman terkait pekerja anak dan pengawasan di sektor informal masih perlu kesepahaman bersama, pengawasan sebenarnya tidak hanya di sektor formal saja tetapi juga pengawasan di sektor informal perlu dilakukan oleh Disnaker minimal sosialisasi larangan dan pencegahan pekerja anak dilakukan bukan hanya di perusahaan tapi juga dilakukan di desa - desa bisa dilakukan bekerjasama dengan Pemerintah Desa atau DP2KBP3A. Hasil identifikasi ini menunjukkan fakta ditemukan adanya pekerja anak, maka perlu dilakukan sosialisasi ke desa dan ke masyarakat secara bersama - sama atau berkolaborasi semua pihak.
Untuk rencana pemerintah desa terkait pendataan pekerja anak berbasis digital dapat menggunakan form - form yang sudah ada di dalam panduan dan sudah digunakan oleh kader - kader dalam melakukan identifikasi pekerja anak di Desa Cibiru Wetan. Buku panduan yang disusun ini akan diterbitkan permen dari KPPPA sebagai payung hukum sehingga dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah sampai ke Pemerintah Desa.
(Kontributor:rt)
Tidak ada komentar: