Header Ads

Breaking News
recent

Melihat Sisi Lain “Kaum Urban” Kota Makassar

Lazimnya kota besar pada umumnya yang mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat pendatang (kaum urban), seperti itu juga dengan Kota Makassar yang mendapat julukan sebagai pintu gerbang memasuki wilayah Indonesia Timur. Sebagai kota besar yang menjadi pusat perdagangan dan industri di wilayah Indonesia Timur, Kota Makassar memang cukup menjanjikan bagi mereka atau siapa saja yang ingin memperbaiki atau mengubah kehidupannya. Sama halnya dengan sekitar 30 kepala keluarga (KK) yang menempati salah satu lahan kosong milik keturunan Tionghoa yang sudah lama tidak digunakan itu. Menurut informasi dari Pak Imron (bukan nama sebenarnya) yang baru sekitar dua bulan pindah ke daerah itu dan menghuni salah satu lapak bersama dengan keluarganya (istri dan 3 orang anak - anak yang masih kecil - kecil) bahwa lahan tersebut digunakan sudah sejak tahun 2004 (hampir 20 tahun) dan dijadikan lapak untuk pemulung yang menjadi aktivitas rutin sehari - hari para penghuninya. Para pelapak baik orang dewasa maupun anak – anak ini mendiami lingkungan yang berada di Kelurahan Pa’I, Kecamatan Biring Kanaya Kota Makassar.

Para penghuni lapak pemulung ini ternyata masih mempunyai hubungan kekeluargaan. Mereka masih satu keluarga besar yang berasal dari salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Jeneponto, terletak sekitar 80 Kilometer (Km) lebih dengan jarak tempuh sekitar 2 jam 50 menit hampir tiga jam perjalanan.

Sekilas kalau kita lihat dan amati, sampah - sampah yang bertumpukan di lokasi tersebut yang merupakan hasil dari memulung dengan ragam sampah yang dikumpulkan mulai dari plastik, besi bekas, kertas dari berbagai tempat kemudian disortir dan dikelompokkan sesuai jenis sampahnya. Pada akhirnya sampah-sampah tersebut dipacking sambil menunggu kedatangan dari pihak kolektor sampah (CC) yang akan mengangkutnya. Menurut informasi, sampah - sampah tersebut disetorkan kepada lima bos atau kolektor sampah yang ada di sekitar wilayah kota Makassar.

Bila kita melihat sekilas tentang situasi dan kondisi lapak pemulung terebut memang sepertinya biasa saja sama seperti lapak pemulung pada umumnya, akan tetapi jika kita dalami dan gali informasi lebih dalam dari para penghuni lapak tersebut banyak hal yang perlu menjadi perhatian. Tim JARAK saat ke lokasi melakukan perbincangan dengan komunitas pemulung yang sedang beraktivitas di depan rumahnya. Kesan pertama saat kunjungan, mereka menerima kami dengan cukup ramah dan welcome, tidak ada kesan mencurigai atau enggan untuk menerima kami. Hal ini bisa jadi disebabkan karena sebelumnya sudah pernah dilakukan kegiatan bersama komunitas “Jumat Berkah” yang pada hari itu turut bersama tim JARAK ke lokasi.

JARAK mengetahui komunitas tersebut pertama kali berdasarkan informasi dari Ibu Fadiah salah seorang aktivis perlindungan anak di Kota Makassar yang merupakan salah satu steering committee (SC) di JARAK dan bergabung dengan komunitas “Jumat Berkah”. Beberapa fakta terungkap dari hasil kunjungan awal tim JARAK dengan didampingi oleh Ibu Fadiah dan Bapak Agus selaku ketua komunitas Jumat Berkah.

Informasi dan fakta - fakta inilah yang menjadi dasar dan alasan agar keberadaan komunitas pemulung ini mendapatkan perhatian dan perlu ditindaklanjuti. Fakta - fakta dan informasi yang berhasil diperoleh antara lain adalah bahwa kegiatan aktivitas memulung atau mengumpulkan sampah/rongsokan ini setiap harinya melibatkan anak - anak yang memang tinggal di tempat itu bersama dengan orangtuanya yang sehari - hari bekerja sebagai pemulung juga. Jumlah total anak ada 20 orang dan 13 diantaranya yang ikut melakukan pekerjaan memulung. Sekitar 9 anak masih aktif bersekolah sehingga kegiatan memulung (mengumpulkan rongsokan) dilakukan sepulang mereka dari sekolah sementara ada anak - anak lainnya yang juga sudah tidak bersekolah dan mereka melakukan aktivitas ini mulai pukul 15.00 sampai sekitar pukul 22.00 (7 jam) waktu yang cukup lama bagi ukuran anak - anak se-usia mereka yang rata - rata masih berusia SD-SMP informasi ini diperoleh langsung dari salah seorang anak yang kebetulan ada di lokasi saat tim JARAK melakukan kunjungan. Saat ini anak tersebut masih sekolah kelas 8 SMP dan dia juga salah satu anak yang ikut melakukan pekerjaan memulung. Dari obrolan dengan anak tersebut diketahui dia hanya hanya ingin sekolah sampai SMP dan tidak ada keinginan untuk melanjutkan pendidikan sampai SMA dengan alasan mahalnya biaya dan lebih memfokuskan membantu orangtuanya untuk bekerja sebagai pemulung. Ini adalah pikiran yang (mungkin) dimiliki anak - anak lainnya.

Selain itu juga dari perbincangan dengan ibu - ibu yang kebetulan sedang berada di lokasi diketahui bahwa keluarga - keluarga yang tinggal di lapak tersebut saat ini belum mendapatkan akses bantuan bantuan yang ada dari pemerintah dengan alasan kartu identitas yang mereka miliki tidak sesuai dengan lokasi tempat tinggal mereka saat ini (masih beralamatkan Kab. Jeneponto). Permasalahan identitas asal ini yang menyebabkan mereka tidak mendapatkan akses bantuan walaupun saat ini mereka sudah terdata di pihak RT setempat.

Kunjungan singkat di lokasi lapak pemulung ini diharapkan bisa menjadi data awal dari kegiatan pemetaan di rantai pasok sampah plastik yang akan dilakukan oleh JARAK bersama dengan mitranya di Kota Makassar. Penggalian informasi lain yang berasal daari titik - titik lainnya memerlukan identifikasi langsung di lapangan, hal ini yang akan ditindaklanjuti oleh JARAK paska Lebaran. (Sumber: RTO)

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.